Jumat, 13 Juni 2014

Tulisan TOU 2 Minggu 4 (My Mom / A Long Visit / 친정엄마)

My Mom or A Long Visit (친정엄마)


Sutradara         : Yoo Sung-Yup (유성엽)
Penulis             :
1.       Jang Hye-Sun, 
2.       Ko Hye-Jeong, 
3.       Yoo Sung-Yup,

4.       Yoo Young-A
Pemain            :
1.       Jo Young-Jin sebagai suami Ji-suk
2.       Lee Moo-Saeng sebagai Joon-Soo
3.       Jung Young-Ki sebagai Jin-Ho
4.       Yeo Hee-Goo sebagai Hye-Young
5.       Kim Min-Ha sebagai Ji-suk (age 14)
6.       Choi Sun-Young sebagai Ji-suk (age 8)
7.       Baek Jin-Ki sebagai Jin-Ho (age 6)
8.       Kim Ja-Young sebagai bean sprouts shop owner
9.       Lee Bit-Na sebagai Mi-Jeong (age 14)

Rilis                 :  22 April 2010
Durasi              : 107 min.
Bahasa             : Korea Selatan / Korean

Film ini mencerikatan kasih sayang seorang ibu terhadap anak perempuannya, karena adanya konflik keluarga antara kedua orang tuanya, sang anak lebih memilih sang ibu dari pada ayahnya. Berikut kisahnya.
Pada suatu hari, Ji-suk pergi mengunjungi ibunya dengan kereta. Ketika diperjalanan ada suara seorang anak kecil yang sedang bercerita dengan ibunya, Ji-suk pun teringat masa-masa kecilnya.
Ji-suk kecil dikenal sebagai anak yang cerewet, karena tinggal didesa orang-orang disekitarnya memberi saran ketika besar nanti dia menjadi pemandu wisata. Kembali kemasa lalu, Ji-suk kecil berada di dalam bus menuju rumah sedang menceritakan pengalamannya menemukan anjing kecil dan memberinya nama neurong kepada para penumpang bus yang dikendarai oleh ayahnya. Tak lama kemudian, Ji-suk sampai ke rumah dan disambut oleh ibunya. Kakak perempuan Ji-suk meninggal 2 tahun sebelum dia lahir, mungkin karena itu ibu Ji-suk selalu menjaga dan menyayangi Ji-suk.
Ji-suk sudah masuk pada sekolah SMP, sebelum berangkat Ji-suk diajak oleh ibunya ke pasar. Ketika di pasar ibu membeli sayuran dan perlengkapan selalu dengan menawar, dan selalu menyisakan uang belanjanya untuk ditabung.  
Ayahnya yang bekerja sebagai supir bus, diolok-olok oleh temannya karena kakinya pendek sebelah (cacat) akibat kecelakaan dan menjadikannya alasan bus selalu datang tidak tepat waktu. Sore pun tiba, Ji-suk sedang membuat buku catatan dengan ditempelkan beberapa daun kering yang menjadi hiasannya bersama adiknya, sang ibu terlihat sedang memasukan uang belanja kedalam tabungannya. Tak lama kemudian ayah Ji-suk pulang, dan sesegera pula sang ibu memberikan air hangat untuk cuci tangan dan kaki ketika pulang, namun karena diolok-olok temannya, ayah Ji-suk melampiaskan kemarahannya kepada ibu Ji-suk dengan alasan air yang diberikan tidak panas dan marah-marah tanpa alasan. Ji-suk dan adiknya berlari masuk kamar menangis sedih atas perlakuan ayah kepada ibunya.
Kemudian ibu datang dengan membawa makan malam, akan tetapi Ji-suk dan adiknya tidak mau makan, karena kesal dengan kejadian yang menimpa sang ibu, Ji-suk berlari bertemu sahabatnya, Mi-jeong. Ji-suk menceritakan bahwa dia membenci rumahnya, ayah dan ibunya, ingin meninggalkan rumah untuk sekolah di Seoul (letaknya cukup jauh dari kampung halamnnya), dan tidak ingin menikah. Mi-jeong yang tidak bisa berbuat apa-apa hanya dapat memeluknya, mengatakan jangan menangis dan tidak usah menikah.
Selanjutnya ketika disekolah sedang diadakan pertemuan orang tua murid, ibu Ji-suk datang terlambat dan memakai baju yang jelek menurut Ji-suk, karena takut malu, Ji-suk malah menyuruh ibunya pulang. Padahal ibu Ji-suk datang ke sekolah karena takut kalau Ji-suk dianggap tak punya ibu dengan membawa oleh-oleh buah labu dan telur yang akan diberikan kepada guru Ji-suk, dan ingin menepis kata-kata seperti itu. Dengan sedih hati, ibu Ji-suk pulang, karena tak punya uang ibu Ji-suk berjalan kaki sampai rumah.
Ji-suk sudah mamaki seragam SMA dan pulang sekolah terlambat, didepan rumah Ji-suk hanya termenung melihat bayangan cahaya ibu dipukuli oleh ayahnya dari dalam rumah. Karena kesal, Ji-suk mengambil peralatan makan yang sudah dicuci dan melemparkannya sehingga menciptakan suara gaduh. Ayahnya pun membuka pintu, sang ibu segera berlari untuk mengambil peralatan makan akan tetapi dicegah oleh Ji-suk. Ji-suk pun membentak ayahnya, mengatakan langsung bunuh saja, jangan membuatnya mati perlahan. Setelah membentak Ji-suk langsung kabur dari tempatnya menuju bale-bale di dekat sawah.
Karena tau kebiasaannya Ji-suk, sang ibu menghampirinya kesana. Di tempat itu, Ji-suk memberi saran kedapa ibunya untuk menceraikan ayahnya dan mengajaknya pergi ke Seoul. Ibunya menceritakan bahwa dia mempertahankan ayah Ji-suk karena Ji-suk. Jika Ji-suk ditinggalkan, pasti akan merasa capek, harus memasak, bersih-bersih dan merawat adiknya, sehingga dia tidak bisa pergi ke sekolah. Karena tau anaknya sedih, ibu Ji-suk merayunya, mengatakan bahwa tangannya lembut, mengatakan bahwa orang yang akan menikah dengannya adalah orang yang beruntung. Akan tetapi Ji-suk malah membalasnya dengan mengatakan dia tidak akan menikah. Ibunya juga malah meledeknya dengan mengulang kata-katanya, kemudian mengeluarkan makanan kesukaan Ji-suk dari dalam sakunya, dan makan berdua disana. Sejak saat itu, Ji-suk mulai mengerti ibunya dan menyayanginya.
Kelulusan pun tiba, sebelumnya Ji-suk mengatakan jika dia ingin melanjutkan kuliah tidak didekat rumahnya, melainkan di Seoul. Tetapi secara tiba-tiba Ji-suk mengatakan jika dia tidak melanjutkan kuliah dengan uang ibunya, melainkan dari beasiswa yang diterimanya.
Selanjutnya ibu serta Ji-suk ke kota untuk membeli perlengkapan sebelum Ji-suk ke Seoul, kepada pelayan toko, ibu Ji-suk membanggakan anaknya jika dia menerima beasiswa di Institut ternama.
Keberangkatan Ji-suk ke Seoul tiba, ibu mengantarkannya ke stasiun dengan jalan kaki dan membawa 2 tas besar, sementara ayahnya menggunakan sepeda dan membawa 1 tas kecil. Ji-suk pergi meninggalkan ibunya dalam keadaan sedih. Di dalam kereta, dia membuka tas kecil disampinya, ternyata uang yang selama ini dikumpulkan oleh ibunya diberikan untuk kuliah di Seoul. Selama kuliah, dia juuga melakuka kerja paruh waktu pada sebuah restaurant. Disana ada sekumpulan anak muda yang sedang reuni, salah satu dari mereka menyukai Ji-suk. Mereka akhirnya berpacaran.
Ketika mereka ingin menikah, ibu dari pacar Ji-suk tidak menyetujuinya, beralasan karena mereka berasal dari kalngan rendah dan miskin. Karena tidak terima, ibu Ji-suk marah-marah dan meninggalkan pertemuannya. Malamnya, karena tidak ingin Ji-suk sedih, ibu Ji-suk pergi ke rumah calon besannya dan memohon sambil bersipuh. Akhirnya mereka pun menikah. Setelah menikah, Ji-suk melahirkan anak perempuan dan memberikannya nama Hye-Young. Beberapa tahun kemudian, ayah Ji-suk meninggal, ibunya pun merasa sedih akan mengingat hal-hal yang dulu membuat dririnya susah akan ayahnya. Pemakaman pun selesai, adik Ji-suk akan kembali pada wajib militernya. Sementara ibu Ji-suk tidak mau ikut dengan Ji-suk di Seoul.
Setelah itu, kenangan masa lalu pun berakhir. Ji-suk sudah sampai di stasiun kampong halamannya. Selama perjalanan dari stasiun hingga ke rumah, Ji-suk hanya memandangi tempat-tempat biasa dikunjungi. Sesampainya di rumah, dia disambut oleh ibunya. Selama beberapa hari Ji-suk menginap di kampung halamannya dan menghabiskan waktu bersama ibunya. Dia pun juga sempat bertemu sahabat kecilnya, Mi-Jeong, dia meminta sahabatnya untuk menjaga ibunya selama beberapa hari kedepan karena kesibukannya. Selama di desa, dia pergi menyenangkan hati ibunya dengan makan bersama, berbelanja, dan foto berdua di studio kecil. Karena penasaran, sang ibu menanyakan kenapa dia menginap sendirian, dia hanya mengatakan hanya ingin berdua saja dengan ibunya. Akan tetapi setiap suaminya menelpon, selalu dimatikan ponselnya. Malam hari sang ibu menelpon menantunya melalui ponsel Ji-suk, beliau menanyakan apakah mereka bertengkar, karena tingkah Ji-suk mulai aneh. Akhirnya karena tak kuasa menahan air mata, suami Ji-suk menangis, sang ibu semakin penasaran, dan diceritaknnyalah bahwa Ji-suk memiliki kanker pancreas stadium akhir.
Ke esokkan harinya, Ji-suk kembali ke Seoul, akan tetapi sang ibu hanya menunduk sedih. Sebelum naik ke kereta, sang ibu menariknya kembali dan mengatakan “Anakku. Anakku. Jangan khawatir. Kau tak akan pergi dulua. Ibu tau segalanya tentangmu. Kau tak akan pergi duluan, jadi jangan takut. Ibu akan melindungimu. Ibu akan melakukan apapun meski harus ke ujung dunia. Jangan khawatir. Ibu tak akan menangis jika tidak terjadi apa-apa, jadi jangan menangis.”. Sebelum sampai ke tempat duduknya, Ji-suk berhenti didekat pintu untuk menagis, setelah itu dia menyembunyikan air mata dari ibunya yang berada diluar jendela kereta. Kereta pun mulai bergerak, sang ibu berlari-lari untuk menyeimbangi jendela yang ditempati oleh Ji-suk. Karena kereta terlalu cepat, sang ibu hanya berteriak-teriak memanggil “Anakku”.

Ji-suk pun akhirnya meninggal. Keluarga dan sahabat datang diacara kremasi dan pemakamannya. Keesokkan harinya, setelah hari pemakaman, ibu Ji-suk pulang ke kampong halamannya dengan bus. Di terminal, sang ibu diantar oleh menantu dan cucunya. Karena cucunya masih balita, dia tidak diberitahu jika ibunya telah tiada. Bus pun mulai berangkat, ibu Ji-suk masih dalam kesedihannya hingga sampai di rumah. Sang ibu berada di dapur dan mencuci beras, melakukan semua pekerjaan hingga termenung di depan teras, di dalam hati sang ibu berkata “Anakku, ibu masih teus hidup. Meski ibu telah mengantarmu pergi. Hari-hari telah berlalu, semakin dekat denganmu. Seharusnya ibu cepat menyusulmu dan berbicara denganmu agar kau tak kesepian. Ibu sungguh bodoh, ibu tak bisa tidur karena khawatir ibu tak bisa bertemu denganmu meskipun ibu sudah mati. Anakku, jika kau mendengar kematianku, jangan biarkan aku tersesat. Kau harus mencariku. Anakku, apakah kamu tahu? Hal terbaik yang pernah kulakukan dalam hidupku adalah melahirkanmu. Hal yang kusesali dalam hidupku adalah juga melahirkanmu. Maafkan ibu berkata seperti ini, tapi jadilah anakku lagi dikehidupan mendatang. Ibu menyayangimu, putriku.”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar